Thursday 18 November 2010

MERAPI

Ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006 dan menurut Atlas Tropische Van Nederland merapi terletak pada posisi geografi 7 derajad 32.5' Lintang Selatan dan 110 derajad 26.5' Bujur Timur. Berada pada titik persilangan sesar Transversal perbatasan DIY dan Jawa Tengah
Gunung Merapi adalah sedikit dari gunung berapi di Indonesia yg memiliki lava pijar. Jika cuaca terang, pijar terlihat jelas dari bawah arah barat di Pos Babadan Magelang, terkadang terlihat dari pos Plawangan, Kinahrejo dan Kali Urang di selatan.
Dari angkasa, gunung ini terlihat berada didalam perpotongan barisan gunung utara-selatan Ungaran- Telomoyo - Merbabu - Merapi dan barisan gunung dalam barisan timur barat Lawu - Merapi - Sumbing - Sindoro - Slamet.
Dari kepercayaan Supranatural, Merapi merupakan poros paling utara dan Pantai sakral Parangkusumo sebagai poros paling selatannya. Untuk memahami mitologi Gunung Merapi tidak bisa terlepas dari filosofi Kota Yogyakarta dengan karaton sebagai pancernya. Kota ini terbelah oleh sumbu imajiner yang menghubungkan Laut Kidul, Parangkusumo - Panggung Krapyak - Karaton - Tugu Pal Putih dan Gunung Merapi. Secara filosofis hal ini dibagi menjadi dua aspek, yaitu Jagat Alit dan Jagat Ageng.

Erupsi 2010

Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman dan menelan korban 43 orang.Tanggal 28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB.
Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, tanggal 4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi. Puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta yang berjarak sekitar 27 km dari puncak, Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo yang berjarak 50 km. Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, Magelang, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor.

Letusan Merapi
Pasir dan abu yang mencapai Borobudur Kab.Magelang juga mengakibatkan pohon – pohon tumbang dan dan menimpa rumah – rumah penduduk. Tak bisa dipungkiri, dengan Meletusnya Gunung Merapi berdampak besar pada pendapatan sektor wisata dan perekonomian masyarakat. Hal yang sama juga dikeluhkan masyarakat Borobudur yang mata pencahariannya berjualan dikawasan Taman Wisata Candi Borobudur.
Sangat disayangkan akibat bencana merapi ini pemeritah kurang peka dan tanggap akan kebutuhan yang sangat mendesak bagi masyarakat. Baik itu pemerintah pusat ataupun pemeritah daerah, bahkan sampai pada tingkat pemeritahan desa. Sebagi contoh yang terjadi di tingkat desa adalah Desa Candirejo Borobudur Kab.Magelang. Desa ini adalah Desa Wisata yang sumber penghasilan masyarakatnya sebagian besar petani dan pelaku wisata. Namun akibat hujan abu dan pasir pada tanggal 05 November 2010 dini telah merusak semua lahan pertanian dan perkebunan telah menjadikan kerugian yang besar bagi petani, juga bagi para pelaku wisata ( kusir andong, pemandu wisatawan, penjual souvenir, pengrajin ) kehilangan mata pencaharian karena tidak adanya wisatawan yang berkunjung.
Masyarakat Candirejo mengharapkan aparat desa ( Kepala Desa ) memperhatikan nasip rakyatnya. Namun sampai saat ini belum ada tindakan apapun dari Kepala Desa dan pihak – pihak terkait untuk membatu masyarakat Desa Candirejo Borobudur. Inilah contoh kecil yang terjadi dikalangan masyarakat bawah, mungkin hal ini juga terjadi di daerah atau desa – desa yang lain.


Kondisi Setelah Erupsi Tanggal 5 Nov 2010


Listrik padam selama 11 hari
Dikarenakan jaringan listrik dan telphon rusak parah tertipa pohon yang rubuh
Jasa pengecasan HP dan lampu
Jalanan dari arah borobudur menuju Desa Candirejo
Jalan sebelah BalaiDesa Candirejo
Jalan sebelah Balai Desa Candirejo

Friday 27 August 2010

Sekapur Sirih


Ketika orang – orang lelap dengan tidurnya, ketika yang
lain asyik dengan rutinitas formalnya, ketika semua
menjadikan bahan diskusi, materi perencanaan yang
berakhir diatas meja, ketika itu pula sebuah kegiatan
berjalan diluar rutinitas, menembus formalitas, munculah
sebuah action yang berkelanjutan melahirkan sebuah
implementasi yang di rasakan dan dinikmati masyarakat,
adalah Pengembangan desa menjadi Desa Wisata di
Kabupaten Purworejo. Berbagai tantangan menghadang,
suara sumbang menghampiri, bukan saja faktor Internal
namun juga tekanan yang begitu besar dari eksternal.
Sebuah upaya yang pertama dan “menyimpang” dari kebiasaan, telah dilakukan
oleh Tim Jappantour, untuk menginisiasi masyarakat Pedesaan di Kabupaten
Purworejo, menerobos tradisi formal pengembangan desa menjadi desa wisata.
Sebuah sistem yang dijalankan diluar kebiasaan, pola pemberdayaan masyarakat ,
pola aspiratif dan inisiasi telah melahirkan kekuatan besar semangat masyarakat
untuk maju, berkembang dengan kemandirian. Kekuatan lokal pedesaan telah
membuka hati, melahirkan kepedulian bersama, dalam upaya mengentaskan
kemiskinan di desa melalui sektor Pariwisata.
Kemiskinan bukan disebabkan kurangnya pendapatan namun hal utama yang
menjadi penyebab adalah keterbatasan akses bagi masyarakat pedesaan, dengan
dikembangkannya menjadi Desa Wisata maka akses tersebut dapat terbuka, baik
akses dengan kawasan sekitar, akses pendanaan, akses informasi dan sebagainya ,
yang pada akhirnya memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta
meningkatkan nilai ekonomis sumber daya pedesaan.
Kabupaten Purworejo potensi untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata,
keanekaragaman sumber daya alam , laut dan sumber daya manusia sangat
mendukung akan hal tersebut . Keinginan dan semangat masyarakat untuk maju
berkaitan dengan pendayagunaan Potensi dan daya tarik wisata pedesaan terlihat
kuat dengan semangat swadaya dan kebersamaan. Sehubungan dengan itu
perlunya fasilitasi oleh Pemerintah Daerah sehingga Keanekaragaman Daya Tarik
Wisata tersebut dapat berdaya guna dan memberikan kontribusi dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat Purworejo.
Sesuai misi gerakan Bali Ndeso Mbagun Deso yang bertujuan untuk
memaksimalkan potensi yang ada di wilayah pedesaan, baik dari sisi sumber daya
alam, sumberdaya manusia, sosial kemasyarakatan, keluhuran budaya serta
kearifan lokal, maka pengelolaan Potensi lokal melalui sektor Pariwisata ( desa
Wisata ) menjadi sangat relevan mengingat hal ini mampu menggerakan sektor
lain dalam upaya percepatan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Pengelolaan Desa Wisata secara profesional , akan mampu memberikan
kontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan, pelestarian sumber daya dan
kearifan lokal serta mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Purworejo, Mei 2010
Wito Prasetyo, SE